Jumat, 12 Juli 2013

Orang yang Diberi Keringanan dan Orang yang Boleh Meninggalkan Puasa

  1. Orang yang diberi keringanan (dispensasi) untuk tidak berpuasa, dan wajib mengganti
    (mengqadla) puasanya di luar bulan Ramadhan:
    a. Orang yang sakit biasa di bulan Ramadhan.
    b. Orang yang sedang bepergian (musafir).
    Dasarnya adalah “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain ...” [QS. Al-Baqarah (2): 184].dan : “Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah
    membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].
  2. Orang yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg) atau lebih makanan pokok, untuk setiap hari.
    a. Orang yang tidak mampu berpuasa, misalnya karena tua dan sebagainya.
    b. Orang yang sakit menahun.
    c. Perempuan hamil.
    d. Perempuan yang menyusui.
    Dasarnya adalah: “Dan wajib bagi orangorang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah (2): 184].
  3. “Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah
    membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].

Orang yang Diwajibkan dan yang Tidak Diwajibkan Berpuasa

  1. Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan
    adalah semua muslimin dan muslimat yang mukallaf.
  2. Orang yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan adalah perempuan yang mengalami haidl dan nifas di bulan Ramadlan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum nifas dalam hal puasa sama dengan haidl.
  3. Rasulullah saw bersabda: Bukankah wanita itu jika sedang haidl, tidak shalat dan tidak  berpuasa? Mereka menjawab: Ya.” [HR. Al-Bukhari].
  4. Aisyah r.a. berkata: Kami pernah kedatangan hal itu [haid], maka kami diperintahkan  mengqadla puasa dan tidak diperintahkan mengqadla shalat. [HR. Muslim].

Sabtu, 10 Desember 2011

Istilah dalam Agama Islam


Istilah dalam Agama Islam
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui:
1. Tarjih
secara etimologi, berasal dari kata “rajaha” yang bermakna “unggul (kuat)”
secara terminologi, “Menguatkan salah satu dalil (hukum) terhadap dalil hukum yang lainnya”
2. Ittiba’
secara etimologi, berasal dari kata “taba’a” yang bermakna “menerima (ikut)”
secara terminologi, “Menerima perkataan orang lain dengan mengetahui sumber atau alasan perkataan tersebut”

3. Taqlid
secara etimologi, berasal dari kata “qalada” yang bermakna “meniru”
secara terminologi, “Mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber (alasan)
4. Bid’ah
secara etimologi, berasal dari kata “taba’a” yang bermakna “menerima (ikut)”
secara terminologi, “Menerima perkataan orang lain dengan mengetahui sumber atau alasan perkataan tersebut”


Pentingnya Ijtihad


Kenapa perlu Ijtihad
1. Karena ada dalil dznanny dalalah
2. Perkembangan kehdupan manusia

Sejak kapan ada “Ijtihad”
Ijtihad ada sejak zaman Rasul sampai sekarang

Ijtihad yang diterapkan “Majlis Tarjih”
1. Ijtihad bayani: memperjelas keterangan
2. Ijtihad Qiyasi: membandingkan hukum
3. Ijtihad Istislahi: mencari maslahat hukum

Ijtihad


Ijtihad
Sumber hukum Islam
1. Al Qur’an
2. As Sunnah

Metode pengambilan hukum dg “Ijtihad”melalui jalan Ijma’ dan Qiyas

Ijtihad adalah:
Mencurahkan segenap kemampuan Mujtahid dalam mendapatkan hukum dengan suatu metode (metodologi yang benar)

Hukum Wadh’i



Hukum Wadh’I
Titah Allah yang berbentuk “ketentuan” yang ditetapkan pembuat hukum sebagai suatu yang berkaitan dengan hukum taklifi (akibat dari pelaksanaan hukum taklifi)
Ketentuan tersebut dapat berupa:
1. Sebab
2. Syarat
3. Mani’ (larangan)
4. Shah
5. Batal
6 Rukhshah



Syarat terkena hukum Taklifi


Seorang terkena hukum Taklifi, jika:
1. Baligh (Dewasa)
2. Berakal sehat
3. Dalam keadaan sadar

Faktor terlepasnya hukum Taklifi, jika:
1. Masih Bayi (shobiyun)
2. Orang gila (Majnun)
3. Orang yang tertidur (Naaimun)